A. Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Obstruksi Usus
1.
PENGERTIAN
Menurut Tucker, 1998 Obstruksi merupakan
suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat
secara mekanis atau fungsional.Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran
normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi
ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan
tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai
gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.
Menurut letak sumbatannya maka obstruksi usus
dibagi menjadi dua:
1. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus
halus.
2. Obstruksi rendah, bila mengenai usus
besar.
Terdapat
2 jenis obstruksi usus:
1.
Non-mekanis (mis: ileus
paralitik atau ileus adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh
toksin atau trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus;
2.
Mekanis, terjadi obstruksi
di dalam lumen usus atau obstruksi mural yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.
2.
ETIOLOGI
Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik
sering terjadi setelah pembedahan abdomen karena adanya refleks penghambatan
peristaltik akibat visera abdomen yang tersentuh tangan. Refleks penghambatan
peristaltik ini sering disebut sebagai ileus paralitik, walaupun paralisis
peristaltik ini tidak terjadi secara total. Keadaan lain yang sering
menyebabkan terjadinya ileus adinamik adalah peritonitis. Atoni usus dan
peregangan gas sering timbul menyertai berbagai kondisi traumatik, terutama setelah
fraktur iga, trauma medula spinalis, dan fraktur tulang belakang.
Penyebab obstruksi mekanis berkaitan dengan
kelompok usia yang terserang dan letak obstruksi. Sekitar 50% obstruksi terjadi
pada kelompok usia pertengahan dan tua, dan terjadi akibat perlekatan yang
disebabkan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus merupakan
penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang tua.
Kanker kolon merupakan penyebab 90% obstruksi yang terjadi. Volvulus adalah
usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua dan biasanya
mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis atau
femoralis sangat sering menyebabkan terjadinya obstruksi usus halus.
Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya
dan merupakan penyebab obstruksi yang hampir selalu ditemukan pada bayi dan
balita. Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam
sekum. Benda asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksi
yang terjadi pada anak dan bayi.
3.
TANDA
DAN GEJALA
Tanda dan gejala terjadinya
obstruksi usus antara lain:
1. Nyeri
kram yang terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
2. Pasien
dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak dapat
flatus --- sering muncul
3. Muntah
4. Dehidrasi
5. Syok
6. Konstipasi
7. Peregangan
abdomen (distensi)
8. Nyeri
tekan
9. Anoreksia
10. Malaise
11. Demam
12. Takikardia
13. Diaforesis
14. Pucat
15. Haus
terus menerus
16. Ketidaknyamanan
secara umum
17. Mulut
kering dan sakit.
4.
PATOFISIOLOGI
Obstruksi usus halus
Akumulasi isi usus, cairan,
dan gas terjadi di daerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan
retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi
lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat,
menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal
ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya ruptur atau
perforasi dari dinding usus, dengan akibat peritonitis.
Obstruksi usus besar
Seperti pada obstruksi usus
halus, obstruksi usus besar mengakibatkan isi
usus, cairan, dan gas berada proksimal disebelah obstruksi.Obstruksi
dalam kolon dapat menimbulkan distensi hebat dan perforasi kecuali gas dan
cairan dapat mengalir balik melalui katup ileal.
Obstruksi usus besar,
meskipun lengkap, biasanya tidak dramatis bila suplai darah ke kolon tidak
terganggu. Apabila suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan nekrosis
(kematian jaringan); kondisi ini mengancam hidup.
5.
MANIFESTASI
KLINIK
1.
Obstruksi usus halus
a.
Obstruksi sederhana
Pada obstruksi usus halus
proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah
fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri abdomen bervariasi dan sering
dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.Obstruksi bagian
tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah periumbilikal atau nyeri yang
sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul dengan adanya fase bebas
keluhan. Muntah akan timbul kemudian, waktunya bervariasi tergantung letak
sumbatan. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.
Obstipasi selalu terjadi terutama pada obstruksi komplit.
b.
Obstruksi disertai proses
strangulasi
Kira-kira sepertiga
obstruksi dengan strangulasi tidak diperkirakan sebelum dilakukan operasi.
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan
nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau
hernia.Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi maka diperlukan tindakan operasi segera
untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.
2.
Obstruksi usus besar
Obstruksi mekanis di kolon
timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di daerah
epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau
peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi
atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah timbul kemudian
dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila terjadi
refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus
halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian.
Pada keadaan valvula
Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi
sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis.
6.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Obstruksi usus halus
Pemeriksaan sinar-X terhadap
abdomen akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan/atau cairan dalam
usus.
Pemeriksaan laboratorium
(mis: pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan
gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dan kemungkinan infeksi.
Obstruksi usus besar
Pemeriksaan simtomatologi
dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan tinggi) akan menunjukkan distensi
kolon.
Pemeriksaan barium
dikontraindikasikan.
7.
PENATALAKSANAAN
Obstruksi usus halus
Dekompresi
usus melalui selang usus halus atau nasogatrik bermanfaat dalam mayoritas
kasus. Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi
memerlukan intervensi bedah. Sebelum pembedahan, terapi IV diperlukan untuk
mengganti penipisan air, natrium, klorida, dan kalium.
Tindakan
pembedahan terhadap obstruksi usus sangat tergantung pada penyebab obstruksi.
Penyebab paling umum dari obstruksi, seperti hernia dan perlekatan, prosedur
bedah mencakup perbaikan hernia atau pemisahan perlekatan pada usus tersebut.
Pada beberapa situasi, bagian dari usus yang terkena dapat diangkat dan
dibentuk anastomosis. Kompleksitas prosedur bedah untuk obstruksi usus
tergantung pada durasi obstruksi dan kondisi usus yang ditemukan selama
pembedahan.
Obstruksi usus besar
Apabila
obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka
lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pada
sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan
sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Prosedur ini memberikan jalan keluar
untuk mengeluarkan gas dan sejumlah kecil rabas. Selang rektal dapat digunakan
untuk dekompresi area yang ada dibawah usus.
Tindakan yang biasanya dilakukan,
adalah reseksi bedah untuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi
sementara atau permanen mungkin diperlukan. Kadang-kadang anastomosis ileoanal
dilakukan bila pengangkatan keseluruhan usus besar diperlukan.
8.
ASUHAN
KEPERAWATAN OBSTRUKSI USUS
1. PENGKAJIAN
Pada pengkajian abdominal
(apendiks), pemeriksaan fisik menunjukkan:
·
Muntah banyak dengan materi
fekal berbau.
·
Perubahan pola usus, feses
bentuk pentil atau pita.
·
Distensi abdomen.
·
Nyeri kolik, abdomen
intermitten.
·
Pada awal, bising usus cepat
meningkat di atas sisi obstruksi, kemudian bising usus berhenti.
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri b/d distensi abdomen sekunder terhadap obstruksi usus.
2.
Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d mual muntah.
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d absorpsi nutrisi.
4.
Risiko tinggi infeksi b/d kemungkinan nekrosis dan ruptur usus.
5.
Ansietas b/d perubahan status kesehatan.
3. INTERVENSI
1. Nyeri
b/d distensi abdomen sekunder terhadap obstruksi usus.
Tujuan : Nyeri hilang atau
terkontrol.
1) Intervensi
:
Kaji tingkat nyeri dengan
skala 0-10.
R/ Memudahkan perawat dalam
menentukan tingkat nyeri dan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik,
meningkatkan kontrol nyeri.
2) Pertahankan
tirah baring sesuai program.
R/ Tirah baring mengurangi
penggunaan energi dan membantu mengontrol nyeri dan mengurangi kontraksi otot.
3) Pasang
selang gastrointestinal yang disambungkan pada penghisap intermitten.
R/ Penghisapan membantu
dalam dekompensasi saluran gastrointestinal, irigasi saluran gastrointestinal
membantu mempertahankan ketepatan.
4) Pertahankan
posisi semi fowler.
R/ Membantu gerakan
gralisasi terhadap selang gastrointestinal dan meningkatkan ekspansi paru.
5) Pertahankan
puasa sampai bising usus kembali, distensi abdomen berkurang dan flatus keluar.
R/ Memungkinkan makanan
peroral dengan tidak ada bising usus akan meningkatkan distensi dan
ketidaknyamanan.
6) Kolaborasi
pemberian analgesik sesuai indikasi.
R/ Menghilangkan nyeri,
meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
2. Risiko
tinggi kekurangan volume cairan b/d mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan
keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa
lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Intervensi :
1) Kaji
perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia,
hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan
suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik, TD ortostatik berubah dan
peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2) Kaji
turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung
keadekuatan volume cairan.
3) Pantau
masukan dan haluaran. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak
tampak.
R/ Memberikan informasi
tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4) Observasi
perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adakan darah samar.
R/ Diet tidak adekuat dan
penurunan absorpsi dapat menimbulkan defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi
potensial risiko perdarahan.
5) Kolaborasi
pemberian cairan parenteral, transfusi sesuai indikasi.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar
cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
3. Nutrisi
kurang dari kebutuhan b/d absorpsi nutrisi.
Tujuan : Menunjukkan
peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan.
Intervensi :
1) Anjurkan
pembatasan aktivitas selama fase akut.
R/ Menurunkan kebutuhan
metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
2) Anjurkan
istirahat sebelum makan.
R/ Menenangkan peristaltik
dan meningkatkan energi untuk makan.
3) Berikan
perawatan oral.
R/ Rasa tak enak, bau dan
penampilan dapat menurunkan nafsu makan dan merangsang mual dan muntah.
4) Batasi
makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen.
R/ Mencegah serangan akut.
5) Kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi, mis: antikolinergik 15-30 menit sebelum makan.
R/ Menghilangkan kram dan
diare, menurunkan motilitas gaster dan meningkatkan waktu untuk absorpsi
nutrisi.
4. Risiko
tinggi infeksi b/d kemungkinan nekrosis dan ruptur usus.
Tujuan : Fungsi usus kembali
normal dan tidak terjadi infeksi.
Intervensi :
1) Pantau
kualitas dan intensitas nyeri, TTV dan status abdomen.
R/ Deteksi dini terhadap
potensial masalah.
2) Beritahu
dokter segera bila nyeri abdomen, suhu, lingkaran abdomen terus meningkat
disertai dengan penghentian bising usus tiba-tiba.
R/ Temuan ini menunjukkan
potensial ruptur dan peritonitis sehingga intervensi bedah daperuntukkan untuk
mencegah akibat yang serius.
3) Siapkan
pasien untuk pembedahan usus bila direncanakan.
R/ Obstruksi vaskuler atau
mekanis umumnya memerlukan intervensi bedah.
4) Ikuti
kewaspadaan umum, mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan perawatan dan
menggunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah atau cairan tubuh yang
mungkin terjadi.
R/ Penyakit meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap infeksi. Petugas pelayanan kesehatan paling umum
sebagai sumber infeksi nosokomial.
5. Ansietas
b/d perubahan status kesehatan.
Tujuan : Melaporkan
penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat ditangani.
Intervensi :
1) Motivasi
klien menyatakan perasaannya.
R/ Membantu pasien/orang
terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.
2) Berikan
informasi yang akurat dan nyata tentang tindakan yang akan dilakukan.
R/ Keterlibatan pasien dalam
perencanaan perawatan dapat memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan
ansietas.
3) Berikan
lingkungan yang tenang untuk istirahat, ajarkan teknik relaksasi.
R/ Relaksasi mengurangi
stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi ketidakmampuannya.
4) Bantu
pasien untuk mengidentifikasi perilaku koping yang digunakan pada masa lalu.
R/ Perilaku yang berhasil
dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/ stress saat ini, meningkatkan rasa
kontrol dari pasien.
4. EVALUASI
1) Nyeri
hilang atau terkontrol.
2) Menunjukkan
keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa
lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
3) Menunjukkan
peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan.
4) Fungsi
usus kembali normal dan tidak terjadi infeksi.
5) Melaporkan
penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat ditangani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar