BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi
yang besar terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian
retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3%
mempunyai IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bias
dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan
serta pengawasan sepanjang hidupnya.(Swaiman KF, 1989).Prevalensi retardasi
mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya
menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal
kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana
retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah
dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber
kecemasan bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis,
pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.
B. Permasalahan
- Bagaimana konsep teori retardasi mental?
- Bagamana pula memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan retardasi mental?
C. Tujuan
- Untuk mengetahui konsep teori retardasi mental pada anak.
- Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan retardasi mental.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG RETARDASI MENTAL
A. Pengertian
Retardasi Mental
RM menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 :
Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sbl 18 tahun)
ditandai dengan fs. kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau
kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut
: berbicara dan berbahasa; ketrampilan merawat diri, ADL; ketrampilan sosial;
penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik
fungsional; bekerja dan rileks, dll.
Sedangkan menurut WHO,retardasi mental adalah kemampuan
mental yang tidak mencukupi.
Retradasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan fs. Intelektual berada dibawah normal, timbul pada masa
perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan
adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991)
Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila
jelas terdapat fungsi iritelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala
dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan.
Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental, bila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.
Fungsi intelektual umum dibawah normal
2.
Terdapat kendala dalam perilaku adaptif social
3.
Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
Retardasi
Mental sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
1.
Lemah
Pikiran ( feeble-minded)
2.
Terbelakang
Mental (Mentally Retarded)
3.
Bodoh
atau Dungu (Idiot)
4.
Pandir
(Imbecile)
5.
Tolol
(moron)
6.
Oligofrenia
(Oligophrenia)
7.
Mampu
Didik (Educable)
8.
Mampu
Latih (Trainable)
9.
Ketergantungan
Penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat
10. Mental Subnormal
11. Defisit Mental
12. Defisit Kognitif
13. Cacat Mental
14. Defisiensi Mental
15. Gangguan Intelektual
Jadi, Retradasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang
terdiri dari gangguan fungsi intelektual dibawah rata-rata dan dan gangguan
dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun.
B. Etiologi
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental.
Untuk mengetahui adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan
multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial
berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft
LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
1.
Organik
- Faktor prekonsepsi : kelainan kromosom (trisomi 21/Down syndrome dan Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neurocutaneos, dll.)
- Faktor prenatal : kelainan petumbuhan otak selama kehamilan (infeksi, zat teratogen dan toxin, disfungsi plasenta)
- Faktor perinatal : prematuritas, perdarahan intrakranial, asphyxia neonatorum, Meningitis, Kelainan metabolik:hipoglikemia, hiperbilirubinemia, dll
- Faktor postnatal : infeksi, trauma, gangguan metabolik/hipoglikemia, malnutrisi, CVA (Cerebrovascularaccident) - Anoksia, misalnya tenggelam
2.
Non
organik
- Kemiskinan dan klg tidak harmonis
- Sosial kultural
- Interaksi anak kurang
- Penelantaran anak
3.
Faktor
lain : Keturunan; pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain (15-20% ; AAP,
1984)
C. Klasifikasi
Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan
sebagai berikut (dikutip dari Swaiman 1989):
Nilai
IQ :
- Sangat superior 130 atau lebih
- Superior 120-129
- Diatas rata-rata 110-119
- Rata-rata 90-110
- Dibawah rata-rata 80-89
- Retardasi mental borderline 70-79
- Retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69
- Retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51
- Retardasi mental berat 20-35
- Retardasi mental sangat berat dibawah 20
Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70,
retardasi mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang
mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan sangat berat memerlukan
pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly
Budhiman membagi:
1.
Tipe
klinik
Pada
retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan
fisis maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organik.
Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat
terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang
menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh
karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya
2.
Tipe
sosio budaya
Biasanya
baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat mengikuti
pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi
enam jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti
anakanak yang normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial
ekonomi rendah. Para orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya ketainan
pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya atau dari
psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali tidak naik kelas. Pada urnumnya
anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi mental ringan.
Klasifikasi Menurut Page :
- Idiot (IQ dibawah 20; umur mental dibawah 3 tahun)
- Imbisil (IQ antara 20-50, umur mental 3-7,5 tahun)
- Moron ( IQ 50-70, umur mental 7,5-10,5 tahun)
Tabel
Derajat Retradasi Mental
Derajat RM
|
IQ
|
Usia Prasekolah
(0-5 tahun)
|
Usia Sekolah
(0-21 tahun)
|
Usia Dewasa
(>21 tahun)
|
Sangat berat
Berat
Sedang
Ringan
|
<20
20-23
35-49
50-69
|
Retradasi jelas
Perkembangan motorik yang miskin
Dapat berbicara atau belajar
berkomunikasi, ditangani dengan pengawasan sedang
Dapat mengembangkan keterampilan
social dan komunikasi, retradasi minimal
|
Beberapa Perkembangan motorik
dapat berespon namun terbatas
Dapat bicara atau berkomunikasi
namun latuhan kejujuran tidak bermanfaat
Latihan dalam keterampilan social
dan pekerjaan dapat bermanfaat, dapat pergi sendiri ketempat yang telah
dikenal
Dapat belajar keterampilan
akademik sampai ± kelas 6 SD
|
Perkembangan motorik dan bicara
sangat terbatas
Dapat berperan sebagian dalam
pemeliharaan diri sendiri dibawah pengawasan ketat
Dapat bekerja sendiri tanpa
dilatih namun perlu pengawasan terutama jika berada dalam stress
Biasanya dapat mencapai
keterampilan social dan kejujuran namun perlu bantuan terutama bila stres
|
D. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari.
Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang
muncul pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan
fungsi kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai
keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif :
berbicara dan berbahasa , kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan,
ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri ,
kesehatan dan keamanan , akademik fungsional, bersantai dan
bekerja.
Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
E. Manifestasi
Klinik
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering
disertai beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang
kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu.
Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi
mental, yaitu (Swaiman, 1989):
1. Kelainan pada mata
2. Kejang
3. Kelainan kulit
4. Kelainan rambut
5. Kepala
6. Perawakan pendek
7. Distonia
Sedangkan
gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:
1.
Retradasi Mental Ringan
Keterampilan
social dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun prasekolah. Tetapi
saat anak menjadi lebih besar, deficit koognitif tertentu seperti kemampuan
yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan dirinya
dari anak lain seusianya.
2.
Retradasi Mental Sedang
Keterampilan
komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi social dirinya mungkin
dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan retradasi
mental ringan.
3.
Retradasi Mental Berat
Bicara
anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia prasekolah sudah
nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin kemampuan bahasanya berkembang.
Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi nonverbal dapat
berkembang.
4.
Retradasi Mental Sangat Berat
Keterampilan
komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa dewasa dapat terjadi
perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana. Tetapi
seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain.
Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau
menjadi bagian dari gangguan retradasi mental , yaitu hiperakivitas, toleransi
frustasi yang rendah, agresi, ketidakstabilan efektif , perilaku motorik stereotipik
berulang, dan perilaku melukai diri sendiri.
F. Penatalaksanaan Medis
Terapi
terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1. Pencegahan
primer adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan
kondisi yang menyebabkan gangguan. Tindakan tersebut termasuk pendidikan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus
dari profesional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui
kebijakan kesehatan masyarakat , aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan
maternal dan anak yang optimal, dan eredekasi gangguan yang diketahui disertai
kerusakan system saraf pusat. Konseling keluarga dan genetic dapat membantu.
2. Tujuan
pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat perjalanan penyakit.
3. Sedangkan
pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan yang terjadi. Dalam
pelaksanaanya kedua jenis pencegahan ini dilakuakn bersamaan, yang meliputi
pendidikan untuk anak : terapi perilaku, kognitif dan psikodinamika ;
pendidikan keluarga; dan intervensi farmakologi. Pendidikan untuk anak harus
merupakan program yang lengkap dan mencakup latihan keterampilan adaptif,
sosialn, dan kejuruan. Satu hal yang penting dalam mendidik keluarga tentang
cara meningkatkan kopetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang
realistic.
Untuk mengatasi perilaku agresif dan melukai diri sendiri
dapat digunakan naltrekson. Untuk gerakan motorik stereotopik dapat dipakai
antipsikotik seperti haloperidol dan klorpromazin. Perilaku kemarahan eksplosif
dapat diatasi dengan penghambat beta seperti propranolol dan buspiron. Adapun
untuk gangguan deficit atensi atau hiperktivitas dapat digunakan metilpenidat.
G. Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R (2002) komplikasi retardasi mental
adalah :
1. Serebral palsi
2. Gangguan kejang
3. Gangguan
kejiwaan
4. Gangguan
konsentrasi / hiperaktif
5. Deficit
komunikasi
6.
Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat
obat-obatan, kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).
H. Insiden
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 %
dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan
ini.4 Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak
dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam
taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10
sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan
I. Pemeriksaan
Penunjang
- Pemeriksaan kromosom
- Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
- Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
J. Pencegahan
- Imunisasi bagi anak dan ibu sebelum kehamilan
- Konseling perkawinan
- Pemeriksaan kehamilan rutin
- Nutrisi yang baik
- Persalinan oleh tenaga kesehatan
- Memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga
- Pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat
- Program mengentaskan kemiskinan, dll
A. Pengkajian
- Data demografi
a. Identitas Klien
b. Identitas Orang tua
- Riwayat Kesehatan
Tanda dan gejala :
1) Mengenali sindrom seperti
adanya mikrosepali
2) Adanya kegagalan perkembangan yang
merupakan indikator RM seperti anak RM berat biasanya
mengalami kegagalan perkembangan pada tahun pertama kehidupannya, terutama
psikomotor; RM sedang memperlihatkan penundaan pada kemampuan bahasa dan
bicara, dengan kemampuan motorik normal-lambat, biasanya terjadi pada usia 2-3
tahun; RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah dengan
memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
3) Gangguan neurologis yang progresif
4) Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan
Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994)
a) Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12
tahun)
Karakteristik :
- Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, ttp terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
- Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.
- Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
b) Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55;
umur mental 3 - 7 tahun)
Karakteristik
:
·
Usia
presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama bicara,
respon saat belajar dan perawatan diri.
·
Usia
sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan, perilaku
aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada kemampuan membaca dan
berhitung.
·
Usia
dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dalam
rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yg dikenal, tidak bisa
membiayai sendiri.
c) Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur
mental < 3 tahun)
Karakteristik :
·
Usia
prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik, kemampuan komunikasi
sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam perawatan diri tingkat dasar
sepeti makan.
·
Usia
sekolah, gangguan spesifik dlm kemampuan berjalan, memahami sejumlah
komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.
·
Usia
dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan
berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara minimal, meggunakan
gerak tubuh.
d) Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25;
umur mental seperti bayi)
Karakteristik :
·
Usia
prasekolah retardasi mencolok, fungsi. Sensorimotor minimal, butuh perawatan
total.
·
Usia
sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan, memperlihatkan respon
emosional dasar, ketrampilan latihan kaki, tangan dan rahang. Butuh pengawas
pribadi. Usia mental bayi muda.
·
Usia
dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya diikuti dengan
kelainan fisik.
- Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : Mikro/makrosepali,
plagiosepali (bentuk kepala tidak simetris)
b. Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/
tidak ada, halus, mudah putus dan cepat berubah
c. Mata : mikroftalmia, juling,
nistagmus, dll
d. Hidung : jembatan/punggung hidung
mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung keatas, dll
e. Mulut : bentuk “V” yang terbalik
dari bibir atas, langit-langit lebar/ melengkung tinggi
f. Geligi : odontogenesis yang tidak
normal
g. Telinga : keduanya letak rendah; dll
h. Muka : panjang filtrum yang
bertambah, hipoplasia
i.
Leher
: pendek; tidak mempunyai kemampuan gerak sempurna
j.
Tangan
: jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibu jari gemuk dan lebar,
klinodaktil, dll
k. Dada & Abdomen : terdapat
beberapa putting, buncit, dll
l.
Genitalia
: mikropenis, testis tidak turun, dll
m. Kaki : jari kaki saling tumpang
tindih, panjang & tegap/ panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar,
gemuk.
- Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan kromosom
b. Pemeriksaan urin, serum atau titer
virus
c. Test diagnostic sepetti : EEG, CT
Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury
jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
B. Diagnosis Keperawatan
- Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
- Kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
- Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
- Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
- Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
- Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian/ berhias, toileting b/d ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya kematangan perkembangan.
C. Rencana Intervensi :
1. Dx : Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
Tujuan : pertumbuhan dan
perkembangan berjalan sesuai tahapan
Intervensi :
- Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
- Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal.
- Berikan aktivitas stimulasi yang sesuai dengan usia
- Pantau pola pertumbuhan (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala dan rujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan intervensi nutrisi)
2. Dx : kerusakan komunikasi verbal b/d
lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
Tujuan : komunikasi terpenuhi sesuai
tahap perkembangan anak.
Intervensi :
- Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
- Berikan intruksi berulang dan sederhana
- Beri waktu yang cukup untuk berkomunikasi.
- Dorong komunikasi terus menerus dengan dunia luar contoh Koran, televises, radio, kalender, jam.
3. Dx : Risiko cedera b/d perilaku
agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
Tujuan
: menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor risiko dan
untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi :
- Berikan posisi yang aman dan nyaman.
- Manajemen perilaku anak yang sulit
- Batasi aktifitas yang berlebihan.
- Ambulasi dengan bantuan ; berikan kamar mandi khusus.
4. Dx : Gangguan interaksi sosial b/d
kesulitan bicara /kesulitan adaptasi social
Tujuan : meminimalkan gangguan
interaksi social
Intervensi :
- Bantu anak dalam mengidentifikasi kekuatan pribadi
- Beri pengetahuan terhadap orang terdekat anak mengenai Retardasi Mental
- Dorong anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak-anak dan keluarga lain
- Dorong anak mempertahankan hubungan dengan teman-teman
- Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
5. Dx : Gangguan proses keluarga b/d
memiliki anak RM
Tujuan
: keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan terapinya
Intervensi :
- Kaji pemahaman keluarga tentang penyakit anak dan rencana perawatan
- Tekankan dan jelaskan penjelasan tim kesehatan lain tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan
- Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyakit dan terapinya
- Ulangi informasi sesering mungkin
6. Dx : Defisit perawatan diri b/d
ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya kematangan perkembangan.
Tujuan : melakukan perawatan diri
sesuai tingkat usia dan perkembangan anak.
Intervensi :
- Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
- Identifikasi kesulitan dalam perawatan diri, seperti keterbatasan gerak fisik, penurunan kognitif.
- Dorong anak melakukan perawatan sendiri
Pendidikan pada orangtua :
- Perkembangan anak untuk tiap tahap usia
- Dukung keterlibatan orangtua dalam perawatan anak
- Bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak yang sulit
- Informasikan sarana pendidikan yang ada dan kelompok, dll
D. Evaluasi
- Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya.
- Dapat berkomunikasi dengan baik sesuai usia.
- Perilaku dan pola hidup anak jauh dari risiko cidera.
- Anak berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak-anak dan keluarga lain.
- Keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan terapinya.
- Anak melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar