Kamis, 28 Maret 2013

Ensefalitis


TINJAUAN TEORITIS
ENSEFALITIS

1.      Pengertian.
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme, terminologi ensefalitis yang dulu dipakai untuk gejala yang sama, tanpa tanda-tanda infeksi sekarang tidak dipakai lagi.

2.      Etiologi.
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya sama sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya diketahui berbagai macam ensefalitis virus.
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin adalah:
1)      Infeksi virus yang bersifat epidemik.
a)      Golongan enterovirus; poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
b)      Golongan virus ARBO; western equine ensefalitis, japane B ensefalitis, russian spring summer ensefalitis, murray valley ensefalitisi.
2)      Infeksi virus yang bersifat sporadik; rabies, herpes simpleks, herpes zoster, limfo granuloma, mumps, lymphocytic chorcomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3)      Ensefalitis pasca – infeksi; pasca morbili, pasca – varisela, pasca rubela, pasca vaksinia, pasca – mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis tetapi baru japanese B ensefalitis yang ditemukan.

3.      Patofisiologi.
Virus dapat masuhkk ke tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara:
1)      Setempat; virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
2)      Penyebaran hematogen primer; virus masuk kedalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak diorgan tersebut.
3)      Penyebaran hematogen sekunder; virus berkembang biak didaerah pertama kali masuk ( permukaan selaput lendir ) kemudian menyebar keorgan lain.
4)      Penyebaran melalui saraf; virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis, virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti kelainan neurologis:
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:
1)      Invasi dan perusakan langsung pada jaring otak oleh virus yang sedang berkembang biak.
2)      Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demilinasi, kerusakan vaskuler dan para vaskuler, sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak.
3)      Reaksi aktifasi virus neutropik yang bersifat laten.

4.      Tanda Dan Gejala.
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Umumnya didapatkan suhu yang mendadak naik, sering kali ditemukan hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun, anak besar, sebelum kesadaran menurun; sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan, kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja, kejang dapat berlangsung berjam-jam, gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya.
Lekour serebrospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peninggian jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
Pada kelompok ensefalitis pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu diagnosis.
Elektroensefalografi ( EEG ) sering menunjukan aktifitas listrik yang merendah yang sesuai dengan kesadaran yang menurun.

5.      Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan dilakukan seperti biasanya pada penyakit infeksi, selain EEG, foto rontgen kepala, bila mungkin Scan tomografi otak, jika diperlukan arteriografi. Fungsi lumbal tidak dilakukan bila ada edema papil, cairan otak menunjukan tanda-tanda radang akut, sub-akut atau radang kronik, kadar protein meningkat, tekanan likuor serebrospinalis dapat meningkat

6.      Manifestasi Klinik.
1)      Atasi kejang sama dengan protokol kejang.
Protokol mengatasi px kejang.
a)      Segera diberikan diazepam.
Intra vena  : dosis rata-rata 0,3 mg/kgBB atau
Per rektal   : dosis < 10 kg : 5 mg rektiol.
> 10 kg : 10 mg rektiol.
Bila kejang tidak berhenti tunggu 15 menit
Dapat diulang dengan dosis dan cara yang sama kejang berhenti
Berikan dosis awal fenobarbital
Dosis neonatus     : 1 bln – 1 th    : 30 mg ( IM )
                                > 1 th            : 50 mg ( IM )
4 jam kemudian berikan dosis rumatan fenobarbital
dosis : hari 1 dan 2 = 8 – 10 mg /kg BB dibagi 2
dosis hari berikutnya = 4 – 5 mg /kg BB dibagi 2 dosis
b)      Anti biotik sesuai etiologi.
PP 50.000 Im/BB/hr atau streptomysin 30 mg/BB/hr.
c)      Anti piretik.
Paracetamol 50 mg /BB atau Depiron 10 – 15 mg.
2)      Turunkan suhu / udara disekitar.
3)      Anti biotika
        Jika umur > 1 bln    : Ampisillin 200 – 400 mg/BB/hr dibagi 3 dosis.
                                        Kloramfenikol 100 mg/BB/hr (maks 2 gr)dibagi 3 dosis
        Jika umur < 1 bln    : Ampisillin 100 mg/BB/hr dibagi 3 dosis.
                                                    Gentamisin 5 mg/BB/hr dibagi 2 dosis.
4)      Kortikosteroid; Dexametason 0,5 – 1 mg/BB/hr dibagi 3 dosis
5)      Jika ada edema serebral manitol 20 %; 7 cc/BB diberikan dalam ½ jam

7.      Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan.
1)      Perubahan perfusi serebral b.d proses inflamasi.
Intervensi:
        Pastikan anak tidak akan mengalami injury.
        Pertahankan anak tetap kontak dengan lingkungan sekitar.
        Observasi dan catat tingkat kesadaran (kewaspadaan, orientasi, mudah terstimulasi, lethargi, respon yang tidak tepat.
        Nilai status neurologis setiap 1 – 2 jam (gerakan yang simetris refleks-refleks infantil) respon pupil, kemampuan mengikuti perintah, kemampuan mengepalkan tangan, gerakan mata, ketajaman penglihatan mata, refleks tendon dalam, kejang, respon verbal).
        Tinggikan bagian kepala tempat tidur 30 ‘
        Pertahankan lingkungan yang tenang dan hindari rangsang yang berlebihan (cahaya lampu tidak terlalu terang, anak dalam posisi nyaman, hindari melakukan tindakan yang tidak penting).
Kolaborasi:
        Memberikan anti biotik SPM.
2)      Gangguan pertukaran gas b.d meningkatnya tekanan intra kranial.
Intervensi:
        Monitor adanya peningkatan tekanan intra kranial (meningkatnya lingkar kepala, fontanel menonjol, menurunnya nadi, pernafasan tidak beraturan, mudah terstimulasi, menangis dan merintih, gelisah, bingung, perubahan papil, defisit focal, kejang)
        Pertahankan kepala dan leher dalam satu garis lurus untuk memudahkan venous return.
        Ajarkan kepada anak untuk menghindari valsava manuver (mengedan, batuk, bersin) dan jika merubah posisi anak lakukan secara perlahan
        Monitor tanda-tanda septik syok (hipotensi, meningkatnya temperatur, meningkatnya pernafasan, kebingungan, disorientasi, vasokonstriksi perifer).
        Monitor hasil analisa gas darah ( AGD ) yaitu PH, PaO2, PaCO2, HCO3, BE.
Kolaborasi:
        Berikan terapi untuk mengurangi edema otak SPM.
        Berikan oksigen SPM.
3)      Resiko tinggi terhadap trauma b.d iritasi korteks serebral mempredisposisikan muatan neural dan aktifitas kejang umum.
Intervensi:
        Pantau adanya kejang/kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah.
        Berikan keamanan pada px dengan bantalan pada penghalang tempat tidur, dan pasang jalan nafas buatan plastik atau gulungan lunak dan alat penghisap.
        Pertahankan tirah baring selama fase akut, pindahkan / gerakan dengan bantuan sesuai dengan membaiknya keadaan.
        Kolaborasi:
        Berikan obat sesuai indikasi seperti fonitoin (dilatin), diazepam (valium), fenobarbital (luminal).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar