KATARAK
A. Landasan Teoritis Katarak.
- Pengertian.
Katarak adalah suatu keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi ( penambahan cairan ) lensa, denaturasi,
protein lensa atau akibat keduanya, biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progresif. ( Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3; Hal 62 ).
Katarak adalah terjadinya apasitas secara progresif pada
lensa atau kapsul lensa umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada
semua orang lebih dari 65 tahun. ( Doengos, dkk, 1999; 412 ).
- Etiologi.
Banyak penyebab dari katarak, tetapi umumnya adalah
usia lanjut ( katarak
senile ) atau busa juga secara kongenital akibat infeksi virus dimasa
pertumbuhan janin, genetik dan gangguan perkembangan.
Kelainan sistemik / metabolik seperti diabetes melitus,
traumatik, terapi kortikosteroid sistemik, rokok dan alkohol meningkatkan
resiko katarak.
- Patofisiologi.
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis
terjadi akibat perubahan-perubahan degeneratif yang berdampak pada pertambahan
usia, pajanan terhadap sinar matahari selama hidup dan predisposisi herediter
berperan dalam munculnya katarak senilis, katarak terjadi apabila
protein-protein lensa yang secara normal terurai dan mengalami koagulasi.
Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma
lensa, infeksi mata, atau akibat pajanan radiasi atau obat tertentu. Janin yang
terpajan virus rubella dapat mengalami katarak. Para pengidap DM kronik sering
mengalami katarak, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran darah
ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa.
- Tanda dan Gejala.
Keluhan yang timbul adalah penurunan tajam
penglihatan secara progresif dan penglihatan seperti berasap. Sejak awal,
katarak dapat terlihat melalui pupil yang telah berdilatasi dengan optalmoskop,
slit lamp atau shadow test. Setelah katarak bertambah matang maka retina
menjadi semakin sulit dilihat sampai akhirnya refleks fundus tidak ada dan
pupil berwarna putih.
Pada katarak senile dikenal 3 stadium, yaitu insipien,
imatur, dan hipermatur.
Pada stadium insipien dapat terjadi perbaikan penglihatan
dekat akibat peningkatan indeks refraksi lensa.
- Komplikasi.
a)
Penurunan tajam penglihatan yang sudah menurun
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau telah menimbulkan penyulit seperti
glaukoma dan uveitis.
b)
Komplikasi akibat pembedahan adalah glaukoma, ablasio
retina, pendarahan uterus, infeksi atau pertumbuhan epitel ke kamera okuli
anterior.
c)
Amblipia yang terjadi apabila katarak kongenital yang
dibiarkan sehingga menyebabkan aksis visual tertutup.
d)
Kebutaan permanen.
e)
Diabetes melitus.
- Penatalaksanaan Medis.
a)
Lakukan pembedahan apabila sudah mengganggu aktifitas
sehari-hari.
b)
Katarak kongenital harus dideteksi dini karena bila
menutupi aksis visual harus segera dioperasi untuk mencegah ambliopia.
c)
Tehnik ekstraksi katarak ekstra kapsular.
d)
Tehnik ekstraksi katarak intra kapsular tidak terjadi
katarak sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat
dilakukan pada katarak senile yang mature dan zonula zinn telah rapuh. Tidak
boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imature yang
masih memiliki zonula zin
Post
operasi :
a)
Pasien diminta tidak banyak bergerak dan menghindari
mengangkat beban berat selama sebulan.
b)
Mata ditutup selama beberapa hari atau di lindungi
dengan kaca mata atau pelindung pada siang hari.
c)
Selama beberapa minggu harus dilindungi dengan
pelindung logam pada malam hari.
d)
Kaca mata permanen diberikan 6 – 8 minggu setelah
operasi.
B. Asuhan Keperawatan Pada Katarak.
- Pengkajian.
◙
Aktifitas / istirahat.
Perubahan aktifitas dari biasanya / hobi sehubungan
dengan gangguan penglihatan.
◙
Neuro sensori.
Gangguan penglihatan ( kabur / tak jelas ), sinar
terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat / merasa di ruang gelap.
◙
Nyeri / kenyamanan.
Tajam penglihatan menurun secara progresif dan
penglihatan seperti berasap, kontra indikasi pemasangan lensa intra okuler
pasca pembedahan.
- Data Fokus.
◙
Inspeksi.
Lensa mata menjadi keruh, berwarna putih abu-abu,
pada pasien timbul kekaburan penglihatan, pasien mengeluh silau dan hilangnya
persepsi warna. Katarak terlihat seperti bintik hitam dengan latar belakang
merah karena ia memblokir pantulan cahaya dari retina.
◙
Auskultasi.
◙
Palpasi.
◙
Perkusi.
- Diagnosa Keperawatan.
1)
Gangguan sensori-perseptual; penglihatan S.D gangguan
penerimaan sensori / status organ indra.
2)
Resiko tinggi terhadap cidera S.D peningkatan tekanan
intra okuler, pendarahan intra okuler, kehilangan viterous.
3)
Resiko tinggi terhadap infeksi S.D prosedur invasif (
bedah pengangkatan katarak ).
4)
Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) tentang
kondisi, prognosis, pengobatan S.D tidak mengenal sumber informasi, salah
interpretasi informasi, kurang terpajan / mengingat.
- Perencanaan.
◙
Diagnosa 1.
1)
Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau
kedua mata terlibat.
2)
Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang
lain di areanya.
3)
Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan
iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
4)
Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang
tujuannya memperbesar kurang lebih 25 %, penglihatan perifer hilang, dan buta
titik mungkin ada.
5)
Letakkan barang yang dibutuhkan / posisi bel pemanggil
dalam jangkauan pada sisi yang tidak dioperasi.
◙
Diagnosa 2.
1)
Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang
nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
2)
Batasi aktifitas seperti menggerakkan kepala
tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk.
3)
Dorong nafas dalam, batuk untuk bersihan paru.
4)
Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
5)
Observasi pembengkakan luka, bilik anterior kempes,
pupil berbentuk buah pir.
6)
Berikan obat sesuai indikasi. ( Tindakan Kolaboratif )
◙
Diagnosa 3.
1)
Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh
/ mengobati mata.
2)
Gunakan / tunjukan tehnik yang tepat untuk
membersihkan mata dari dalam keluar dengan tissu basah / bola kapas untuk tiap
usapan, ganti balutan dan masukkan lensa kontak bila menggunakan.
3)
Tekankan pentingnya tidak menyentuh / menggaruk mata
yang dioperasi.
4)
Observasi / diskusikan tanda terjadinya infeksi contoh
kemerahan, kelopak bengkak, drainage purulen, identifikasi tindakan kewaspadaan
bila terjadi infeksi saluran kemih.
◙
Diagnosa 4.
1)
Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis,
tipe prosedur / lensa.
2)
Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang
dijual bebas.
3)
Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip,
mengangkat berat, mengejan saat defikasi, membungkuk pada panggul, meniup
hidung, pergunakan sprei, bedak bubuk, merokok ( sendiri / orang lain ).
4)
Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca perlindungan
selama hari pembedahan / penutup pada malam hari.
- Implementasi dan Rasionalisasi Keperawatan.
◙
Diagnosa 1.
1)
Menentukan ketajaman penglihatan, mencatat apakah satu
atau kedua mata terlibat.
Rasional :
Kebutuhan individu dan
pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan
progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda,
tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
2)
Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf dan
orang lain diareanya.
Rasional :
Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan,
menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3)
Memperhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan
iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
Rasional :
Gangguan penglihatan / iritasi dapat berakhir 1 – 2 jam
setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.
4)
Meletakkan barang yang dibutuhkan / posisi bel
pemanggil dalam jangkauan pada sisi yang tidak dioperasi.
Rasional :
Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan
panggilan untuk pertolongan bila diperlukan.
◙
Diagnosa 2.
1)
Mendiskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi
tentang nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
Rasional :
Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama
dalam pembatasan yang diperlukan.
2)
Membatasi aktifitas seperti menggerakkan kepala
tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk.
Rasional :
Menurunkan stres pada area operasi / menurunkan TIO.
3)
Mendorong nafas dalam, batuk untuk bersihan paru.
Rasional :
Batuk meningkatkan TIO.
4)
Mempertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
Rasional :
Digunakan untuk melindungi dari cidera kecelakaan dan
menurunkan gerakan mata.
◙
Diagnosa 3.
1)
Mendiskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum
menyentuh / mengobati mata.
Rasional :
Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi
area operasi.
2)
Menekankan pentingnya tidak menyentuh / menggaruk mata
yang dioperasi.
Rasional :
Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
3)
Mengobservasi / mendiskusikan tanda terjadinya infeksi
contoh kemerahan, kelopak bengkak, drainage purulen, identifikasi tindakan
kewaspadaan bila terjadi infeksi saluran kemih.
Rasional :
Mengetahui perkembangan tindakan yang dilakukan dan
memberikan rasa tenang terhadap pasien.
◙
Diagnosa 4.
1)
Mengkaji informasi tentang kondisi individu,
prognosis, tipe prosedur / lensa.
Rasional :
Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan
program pasca operasi.
2)
Menginformasikan pasien untuk menghindari tetes mata
yang dijual bebas.
Rasional :
Dapat bereaksi silang / campur dengan obat yang diberikan.
3)
Menganjurkan pasien menghindari membaca, berkedip,
mengangkat berat, mengejan saat defikasi, membungkuk pada panggul, meniup
hidung, pergunakan sprei, bedak bubuk, merokok ( sendiri / orang lain ).
Rasional :
Aktifitas yang menyebabkan mata lelah / tegang, manuver
valsava atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan
pendarahan.
Catatan : Iritasi pernafasan yang menyebabkan batuk / bersin dapat
meningkatkan
TIO.
4)
Menekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca
perlindungan selama hari pembedahan / penutup pada malam hari.
Rasional :
Mencegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko
peningkatan TIO sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala.
- Daftar Pustaka.
Doengos, Marily E. 1998. Rencana
Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian. Edisi 3
EGC; Jakarta.
Mansjoer Arif, dkk. 1999. Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius FKUI, EGC; Jakarta.
Corwin J Elizabeth, 2000. Buku
Saku Patofisiologi. EGC; Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar