Kamis, 28 Maret 2013

Tinjauan Teoritis Tetanus


TINJAUAN TEORITIS

1.   Pengertian
      Tetanus adalah sebuah polyradiculitis dan polyneuritis yang luar biasa kuat yang mempengaruhi urat syaraf tulang belakang dan gangguan urat syaraf tenggkorak akibat dari pengaruh dari kemampuan neurotoxin yang bebas oleh anaerobic basil clostridium tetani racun bercampur dengan fungsi dari refleks busar dengan menghambat dari presymatic di tali urat syaraf tulang belakang dan otak. Kemudian clostridium tetani masuk ke tubuh terus luka atau nanah sehingga udara dingin di lingkungan organisme dewasa dan penghasil racun. Mungkin masuk lewat suntikan heroin, manusia dan gigitan hewan, peradangan.
       Seluruh dunia angka kasus pertahun adalah ditaksir 1 juta. Sebagian besar korban adalah bayi yang ibunya tidak diimunisasi di negara berkembang. Di Amerika Serikat kira-kira 20 hingga 200 kasus terjadi tiap-tiap tahun dan infeksi luka tusukan seperti paku dan serpihan. Dari itu laporan kasus sebagian besar dari pasien adalah usia lebih 59 tahun (Wong,  2001: 1246).
2.      Etiologi
      Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang ramping berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikron, kuman ini berspora. Termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob, spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung penabuh gendering (drum stick), kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan syaraf firefer setempat toksin ini labil pada pemanasan. Pada suhu 65° C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenal pula tetanolisin yang bersifat hemolisis yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit (Noor Syaifulllah, 1996: 474).
3.      Fatofisiologi
      Bentuk spora dalan suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatik yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intra kasonal sampai ganglin/simpul syaraf dan menyebabkan hilangnya kesimbangan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik local maupun menyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan syaraf otak juga terpengaruh. Sumber energi otak glukosa yang melalui proses oksidasi menjadi CO² dan air. Sel di kelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium () dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium () dan elektrolit lainnya., kecuali ion klorida (). Akibatnya konsentrasi ion dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. 
      Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1° C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari mebran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis lakta disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (SAK, 2004: 297).
4.      Tanda dan Gejala
      Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi dapat juga sampai beberapa minggu. Pada infeksi yang ringan, penyakit ini biasanya timbul mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher dalam waktu 48 jam penyakit menjadi nyata, dengan terlihat:
-          Trismus, karena spasme otot-otot mastikatokis (otot pengunyah).
-          Kuduk kaku samapai opiskokonus (karena ketegangan otot-otot krekor krungki).
-          Ketegangan otot dinding perut (perut kaku papan).
-          Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat dikornu arterior.
-          Risus cardinikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi).
-          Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan, sering merupakan gejala dini.
-          Spasme yang khas yaitu badan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar.
-          Asfiksia dan sianosis  terjadi akibat serangan pada otot pernapasan. Dan laring.
-          Panas biasanya tidak tinggi, jika timbul demam hingga yang biasanya  terjadi pada stadium akhir merupakan prognosis yang buruk.
-          Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam 3 stadium:
-    Trismus (3cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang.
-    Trismus (3cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
-    Trismus (1cm) dengan kejang tonik umum spontan.
      Untuk menduga seorang anak menderita tetanus biasanya tidak sukar yaitu dengan melihat adanya risus sardonikus yang merupakan gejala khas pada pasien tetanus.
5.      Pemeriksaan Penunjang
a.  Pemeriksaan fisik, adanya luka dan ketegangan otot yang khas, terutama  pada rahang.
b.   Pemeriksaaan darah (kalsium dan fosfor)
Pemeriksaan darah terbagi:
-          Darah:
Glukosa darah: Hipoglekemia merupakan predisposisi (N<200mq/dll).
Blood Urea Nitrogen    : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan  merupakan indikasi nepro toksin akibat pemberian obat.
Elektrolit                      : K, Na.
                                        Ketidakseimbangan elektrolit merupakan     predisposisi kejang.
                        Kalium (N 3,80 – 5,00 meg/dl)
                        Natrium (N 135 – 144 meg/dl).
-   Skull Ray                   : Untuk mengindentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
-   Elektro Ensefalo Grafi (EEG): Teknis untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.   
6.   Penatalaksanaan Medis
a.   Umum
-          Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya.
-          Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut  dan menelan bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. 
-          Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap pasien.
-          Oksigen pernapasan buatan dan tindakan trakeostomi bila perlu.
-          Mengatur kesimbangan cairan dan elektrolit.
b.   Obat-obatan
          1)  Pencegahan
Toksoid tetanus yang diberikan 3 kali berturut pada trimester ketiga kehamilan dikatakan sangat bermakna mencegah tetanus neonatarum. Hendaknya sterilitas harus diperhatikan benar pada waktu pemotongan tali pusat, demikian pula perawatan tali pusat selanjutnya.


 2)  Pengobatan
a) Diberikan cairan intravena (IVFD) dengan glukosa 5%. NaCl fisiologis 4 :1 selama 48-72 sesuai dengan kebutuhan, sedangkan selanjutnya IVFD hanya untuk memasukkan obat. Bila sakit penderita sudah lebih dari 24 jam atau sering kejang atau aprea, diberikan larutan glukosa 10% natrium bikarbonat 1,5% 4:1 (sebaliknya jenis cairan yang dipilih disesuaikan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah). Bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan minum peroral, maka melalui cairan infus perlu diberikan tambahan protein dan kalsium.
b)  Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit. Dosis rumit 8-10 mg/kgbb/hari melalui IVFD (Diazepam dimasukkan ke dalam cairan intravena dan diganti tiap jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh diberikan tambahan diazepam 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam boleh diberikan tambahan diazepam 5 mg/kgbb/hari. Setelah keadaan keadaan klinisnya membaik, diazepam diberikan peroral dan diturunkan secara bertahap. Pada penderita dengan hiperbilirubinemia berat atau makin berat, diberikan diazepam peroral dan setelah bilirubin selama 2 hari berturut-turut.
    c)  ATS 10.000 U/hari dan diberikan selama 2 hari berturut-turut.
 d) Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis seperti penderita sepsis pada umumnya dan kalau fungsi lumbal tidak dapat dilakukan, maka penderita diobati sebagai penderita meningitis bakterial.
 e) Tali pusat dibersihkan dengan alkohol 70% atau betadine. Perhatikan jalan nafas, diuresis dan keadaan vital lainnya. Bila banyak lendir jalan nafas harus dibersihkan dan bila perlu diberikan oksigen (Ngastyiah, 1997).
7.      Prognosis
      Prognosis tetanus dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika masa tunas pendek (kurang dari 7 hari); usia yang sangat muda (neonatanus), bila disertai frekuensi kejang yang tinggi, pengobatan terlambat, period of onset yang pendek (jarak antara trimus dan timbulnya kejang), adanya komplikasi terutama spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas, kesemuanya itu prognosisnya buruk.       
B.  Tinjauan Teoritis Keperawatan Tetanus
1.      Pengkajian
a.   Kaji riwayat dan faktor pencetus.
Meliputi riwayat imunisasi, faktor pencetus seperti perawatan tali pusat tidak aseptik, kontak dengan tanah dan kotoran hewan atau manusia.
b.   Kaji manifestasi kejang atau aktivitas kejang (kejang yang khas).
Saat kejang sering didapatkan raut muka rhisus sardonikus dan mulut mencuci.
c.   Pemeriksaan fisik.
d.   Pemeriksaan sistem persarafan.
Ditemukan adanya kaku kuduk, kejang rangsang, reflek menghisap mengalami kerusakan.
e.   Kaji status pernafasan.
f.   Respon keluarga
     (Suriadi, 2000 : 275).      
2.      Diagnosis Keperawatan
       Diagnosis Keperawatan menurut Suriadi (2000:276) adalah:
a.       Tidak efektif bersihan berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi  mucus.
b.      Risiko injury berhubungan dengan aktivitas kejang.
c.       Risiko aspirasi berhubungan dengan meningkatnya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot laring.
d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran menelan dan membuka mulut dan adanya aktivitas kejang.
3.      Perencanaan
       Perencanaan untuk penderita Tetanus menurut Suriadi (2000:278) adalah:
a.   Untuk diagnosis I :
-          Bagi status pernapasan setiap 2-4 jam sesuai anjuran.
-          Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti.
-          Gunakan sudip lidah saat kejang.      
-          Miringkan ke samping u/drainage.
-          Pemberian O2 sesuai program.
-          Pemberian sedative sesuai program.
-          Pertahankan kepatenan jalan napas dan bersihkan mulut.
 b.  Untuk diagnosis II:
-          Pasang pengaman TT dan tempatkan pada pengalas yang lembut.
-          Hindarkan kepada hal-hal yang dapat merangsang kejang seperti suara, sinar yang terang dan sentuhan-sentuhan.
-          Harus di tempatkan pada ruangan khusus.
-          Hindari benda-benda yang membahayakan.
-          Pasang sudip lidah bila kejang.
-          Beri anti kejang dan antibiotik sesuai program.
c.   Untuk diagnosis III:
-          Kasih status pernapasan.
-          Pemberian O2 sesuai program.
-          Miringkan ke samping untuk drainage.
-          Pertahankan kepatenan jalan napas dan bersihkan mulut.
d.   Untuk diagnosis IV:
-          Pertahankan NGT untuk intake makanan.
-          Kaji bising usus bila perlu dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.
-          Beri nutrisi yang tinggi kalori protein.
-          Beri nutrisi perparenteral sesuai program dan timbang berat badan  sesuai protokol.
e.   Untuk diagnosis V:
-   Jelaskan tentang hal-hal yang dapat merangsang kejang seperti suara, sentuhan, sinar yang sangat terang. 
-          Jelaskan agar lingkungan tetap tenang.
-          Jelaskan perawatan yang perlu dilakukan oleh orang ke 4 memenuhi kebutuhan sehari-hari anak.
-          Jelaskan tentang penanganan kejang untuk menghindari injury seperti pasang sudip lidah, mungkin kepala ke samping, untuk drainage.
4.      Evaluasi
       Evaluasi untuk penderitan Tetanus menurut Suriadi (2000:280) adalah:
a. Evaluasi untuk Diagnosis I tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi mucus.
-          Kepatenan jalan napas dan bersihan mulut terjaga.
-          Sekresi dapat dikeluarkan dengan pengisapan lendir secara hati-hati dan  pasti dan posisi yang tepat.
-          Pola pernapasan kembali normal.
b.  Evaluasi untuk Diagnosis II resiko injury berhubungan dengan aktivitas kejang.
-          Tidak terdapatnya injury setelah aktivitas kejang.
-          Pasien ditempatkan di tempat khusus dan dihindarkan dari benda-  benda yang membahayakan.
-          Pasien dihindarkan pada hal-hal yang dapat merangsang kejang.
c.       Untuk Diagnosis III resiko berhubungan dengan meningkatnya sekresi, kesukaran menelan dan spasme otot laring.
-          Pola pernapasan dalam batas normal.
-          Sekresi dapat dikeluarkan dengan cara pengisapan lendir secara hati-    hati dan pasti.
d.      Untuk Diagnosis IV perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran menelan dan membuka mulut dengan adanya aktivitas kejang.
-          Pasien menerima nutrisi adekuat untuk tubuh sesuai kebutuhan.
-          Pasien dapat makan secara langsung tidak melalui selang.
 e. Untuk Diagnosis V kurangnya pengetahuan berhubungan dengan penatalaksanaan gangguan kejang.
-          Keluarga mengerti tentang proses penyakit dan hal-hal yang dapat     merangsangnya.
-          Keluarga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari anak. 







BAB III

Tidak ada komentar:

Posting Komentar